Hedi Ardia Anggota KPU Jawa Barat.(Dokpri)
DALAM dunia politik, setiap Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah kesempatan penting bagi masyarakat, untuk memilih pemimpin yang akan menentukan masa depan daerah mereka. Namun, masyarakat sering kali dihadapkan pada berbagai pilihan kandidat yang berbeda dalam hal karakter, penampilan, dan janji saat kampanye.
Tantangan terbesar muncul di sini, bagaimana kita bisa memastikan bahwa keputusan yang kita buat untuk memilih, benar-benar mengutamakan kepentingan jangka panjang daripada terbuai oleh janji-janji para kandidat yang tampaknya menarik tersebut.
Cerita dongeng The Frog Prince yang ditulis oleh Grimm Bersaudara mengajarkan kita betapa pentingnya memperhatikan apa yang kita lihat, bukan hanya penampilan dari luar. Dalam kisah ini, seorang putri yang awalnya jijik dengan seekor kodok akhirnya memutuskan untuk mencium kodok itu, yang ternyata kodok tersebut merupakan pangeran tampan yang dikutuk. Moral kisah ini dapat diterapkan dalam konteks Pilkada. Meskipun ada kandidat yang mungkin tidak terlihat menarik di mata sebagian orang, bisa jadi mereka adalah pemimpin daerah terbaik untuk lima tahun mendatang.
Baca juga : Pemimpin Merakyat Diharapkan lahir Dari Pilkada
Ketika hendak menentukan pilihan calon pemimpin, baik Pilkada maupun pemilihan umum lainnya, rasionalitas memilih adalah landasan penting dalam demokrasi. Ini berarti bahwa pemilih membuat keputusan berdasarkan penilaian objektif terhadap rekam jejak, tujuan, dan kemampuan para kandidat. Dalam konteks pemilihan, kita harus memiliki kemampuan untuk melihat melampaui ritualitas kampanye yang penuh dengan retorika, dan dramaturgi hingga berkonsentrasi pada sifat dasar kepemimpinan.
Michael Sandel, seorang filsuf politik mengatakan bahwa demokrasi yang sebenarnya bukan hanya memilih pemimpin yang kita sukai, tetapi juga memilih pemimpin yang memiliki kemampuan untuk memberikan kebijakan terbaik bagi masyarakat (Sandel, 2009). Artinya, kita harus mempertanyakan lebih lanjut apakah janji-janji kampanyenya benar-benar realistis? Apakah kandidat tersebut memiliki bukti yang mendukung pernyataan mereka? Atau jangan-jangan kita hanya tertipu oleh penampilan dan retorika mereka?
Cerita The Frog Prince menjadi relevan di sini. Kodok dapat mewakili kandidat yang tidak populer, mungkin karena tidak menarik secara politik atau tidak memiliki kemampuan berbicara yang menarik. Tapi, jika kita menilai mereka secara objektif dan rasional, kita mungkin menemukan, bahwa merekalah pemimpin sebenarnya yang akan mampu menerapkan kebijakan yang matang, implementatif dan berintegritas.
Baca juga : MK: Anwar Usman tak Akan Putus Uji Materi Syarat Usia Calon Kepala Daerah
Kemampuan kita sebagai pemilih untuk membedakan antara kodok dan pangeran, adalah tantangan terbesar dalam pemilihan. Dalam politik, ini berarti menilai kandidat mana yang benar-benar punya kapasitas dan mana yang hanya menang dalam penampilan an sich. Menurut Drew Westen dalam bukunya The Political Brain, emosi seringkali mengambilalih keputusan politik, dan mengalahkan penalaran rasional. Ini menunjukkan, bahwa kita punya kecendrungan memilih berdasarkan pertimbangan di luar penalaran logis.
Sangat penting bagi kita untuk menghindari terjebak dalam permainan emosi yang sering dimainkan oleh para kandidat selama proses pemilihan. Untuk menarik perhatian kita, mereka mungkin menggunakan retorika memukau, janji-janji manis atau bahkan penampilan menarik. Tapi, sebagai pemilih yang bijak, kita harus mampu mengatasi hal-hal ini dan berkonsentrasi pada hal-hal yang benar-benar penting. Apakah mereka memiliki visi yang jelas tentang masa depan? Apakah rekam jejak mereka menunjukkan kemampuan mereka untuk memimpin?
Tugas ini tidak mudah. Sebagai pemilih, kita harus bersedia meluangkan waktu untuk mempelajari lebih lanjut tentang profil, visi-misi dan program setiap kandidat dari berbagai sumber dan berdiskusi dengan orang lain tentang masalah ini.
Baca juga : KPU Bakal Buka Lagi Pendaftaran Calon Kepala Daerah Independen
Selain itu, kita harus siap untuk berhenti bergantung pada perasaan kita dan berkonsentrasi pada penilaian rasional. Mungkin ada beberapa kandidat yang tampaknya ‘kodok’ di permukaan, tidak populer atau tidak menarik secara politik, tetapi sebenarnya memiliki kualitas yang diperlukan untuk menjadi pemimpin yang membawa kebaikan bagi rakyat yang dipimpinnya.
Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa tidak semua kodok adalah pangeran yang menyamar. Dalam dunia politik, banyak kandidat yang tidak populer karena alasan yang masuk akal. Entah mereka tidak memiliki kemampuan, integritas, atau visi yang diperlukan untuk menjadi pemimpin yang baik. Di sinilah rasionalitas dalam membuat keputusan sangat penting. Kita harus dapat membedakan calon yang tidak menarik, tetapi memiliki kemampuan dari calon yang tidak layak dipilih.
Untuk melakukan ini, kita dapat melihat rekam jejak mereka. Apakah mereka pernah menjadi pemimpin sebelumnya? Bagaimana kinerja mereka jika itu benar? Apakah pernah terlibat dalam skandal atau kontroversi yang membuat reputasi mereka diragukan? Kita juga harus mempertimbangkan program yang mereka tawarkan. Apakah mereka memiliki rencana masa depan yang jelas dan dapat dilaksanakan? Apakah mereka memiliki kemampuan untuk menghadapi tantangan saat ini dan membuat keputusan yang sulit?
Baca juga : Mendagri Nilai Pelantikan Bertahap Kepala Daerah Ideal Mulai 1 Januari 2025
Sebagai warga negara yang baik, kita memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa pemimpin yang kita pilih adalah orang yang benar-benar layak untuk memimpin. Jangan sampai kita tertipu oleh penampilan luar atau janji kosong yang hanya menjadikan demokrasi kita sebagai pameran tanpa arti. Seperti dongeng yang berakhir dengan kebahagiaan, Pilkada juga harus berakhir dengan kemenangan rasionalitas, di mana ‘pangeran’ yang terpilih adalah orang yang benar-benar akan memimpin kita ke masa depan yang lebih baik.
Pada akhirnya, setiap dari kita memiliki ‘kodok’ dalam Pilkada yang harus kita cium, calon yang mungkin tidak populer tetapi memiliki integritas dan kemampuan yang diperlukan untuk memimpin. Dengan memberi mereka kesempatan dan mempelajari rekam jejak calon dengan penuh kesadaran akal sehat, kita dapat menemukan ‘pangeran’ yang benar-benar layak untuk memimpin daerah kita. Dengan melakukan ini, kita tidak hanya sekadar menyelenggarakan Pilkada yang sukses, tetapi juga mendapatkan masa depan yang lebih cerah bagi kita semua.
Karena itu, mari kita bijak dalam memilih, menggunakan rasionalitas dan memastikan bahwa keputusan kita benar-benar mencerminkan kepentingan masyarakat kita dalam jangka panjang. Pada akhirnya, masa depan kita bergantung pada seberapa baik kita membedakan antara kodok dan pangeran dalam politik. Wallahul Muwafiq.
Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan
dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com